“Allah
tidak akan merubah diri suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mau merubahnya”
Perubahan merupakan hukum alam (sunnatullah). Semua makhluk di muka
bumi ini baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, tata surya dan lain-lain,
semuanya mengalami perubahan tanpa terkecuali. Karena sifat dasar alam itu
sendiri adalah berubah. Kita pun sebagai manusia terus-menerus mengalami
perubahan baik dengan yang kita kehendakai atau pun yang tidak kita kehendaki.
Perubahan tidak dapat dihindari meskipun kita tidak menginginkan
perubahan. Perubahan terus berjalan seiring berjalannya waktu. Dan semua yang ada
dalam diri manusia baik karakter mau pun fisik dapat menerima dan mengalami
perubahan. Perubahan fisik akan selalu terjadi tanpa kehendaki bahkan tanpa
kita sadari, dari muda menjadi tua dan seterusnya. Namun, perubahan karakter
atau sifat perlu adanya usaha dan pembiasaan melakukan hal-hal yang baru.
Perubahan karakter atau sifat akan mempengaruhi perubahan
lingkungan sekitar dan mempengaruhi masa depan seseorang. Tentunya gagal atau
pun berhasilnya seseorang dalam proses mencapai tujuan hidup atau impian
seseorang.
Selamanya, kita tidak bisa menuntut perubahan pada hidup,
lingkungan bahkan orang sekitar, kecuali kita mau merubah pola pikir. Pola
pikir akan menghasilkan kebiasaan-kebiasaan yang nantinya kebiasaan-kebiasaan
itu akan menentukan perubahan dalam hidup dan lingkungan sekitar.
Menjadi
Sebab, Bukan menjadi Akibat
Menjadi sebab dari perubahan hidup (akibat) itu berresiko, tapi
lebih berresiko lagi menjadi akibat dari perubahan hidup. Kita adalah nahkoda,
kapal yang kita kendalikan adalah nasib kita sendiri dan samudra yang dilalui
adalah hidup kita. Tentunya, ketika hendak berlayar sang nahkoda harus
menentukan dahulu tujuannya, kemana arahnya dan pulau mana yang akan dituju.
Butuh keberanian untuk berlayar di tengah-tengah samudra, karena tentunya
resiko-resiko yang akan menghadang semakin besar. Akan tetapi, karena arah dan
tujuan yang sudah jelas, sang nahkoda tetap focus pada tujuannya meski pun
ombak dan badai terus menghantam kapalnya. Dan ia adalah menjadi sebab dari
tujuannya. Ia mendapati pulau yang dituju dan yang diinginkannya
Sebaliknya
ketika sang nahkoda berlayar tanpa arah dan tujuan yang jelas, di tengah-tengah
samudra ia akan kebingungan, kemana ia harus mengarahkan kapalnya. Ia memilih
mengikuti arah mata angin. Dan ia menjadi akibat yang dilakukannya, ia
mendapati pulau yang tidak ia inginkan, berbagai resiko pun ia rasakan dengan
pulau tersebut
Begitulah gambaran hidup. Kita harus menjadi sebab dari perubahan.
Menentukkan arah dan tujuan atau impian yang jelas, proses demi proses kita
harus lakukan dengan sabar dan ikhlas. Sering kali orang mengatakan “biarlah
hidup ini seperti air mengalir.” Pola pikir seperti itulah orang yang menjadi
akibat dari perubahan. Ia pasif, tidak berusaha melakukan perubahan-perubahan
dalam hidupnya. Toh, ketika hidup membawa ia dalam kesengsaraan ia akan
menyalahkan hidup dan orang sekitar bahkan ia selalu menyalahkan takdir “takdir
tidak berpihak padaku”, ia selalu mencari berbagai alasan agar ia tidak
disalahkan. Padahal siapa yang salah? Tentu dirinyalah yang salah.
Law
of Causality
Sebab dan akibat atau yang dikenal oleh filosof dengan Law of
Causality adalah hukum alam (sunnatullah). Sebab dan akibat adalah satu
dari kesatuan yang selalu berkaitan, maka sebab dan akibat tidak bisa
terpsahkan. Dimana ada sebab pasti ada akibat yang ditimbulkan dari sebab.
Hukum kausalitas akan menjawab semua yang dilakukan oleh seseorang
baik itu negative atau pun positif, tergantung apa yang dilakukannya. Hukum
kausalitas tidak bisa kita hindari. Tidak ada upaya yang berarti untuk melawan
hukum ini. Hukum ini adalah pergerakkan alam yang terus menerus dan akan
menimbulkan akibat dari pergerakkan tersebut. Akibat kita kenyang karena sebab
kita makan, akibat adanya siang dan malam sebab karena rotasi bumi mengelilingi
matahari, akibat adanya suara karena sebab adanya benda yang bergetar dan
seterusnya. Maka dari itu, kita harus dapat mengatur diri kita sendiri baik
dalam berpikir mau pun bertindak, karena apa yang kita pikirkan dan menjadi
dominan dalam pikiran akan menjadi akibat (kebiasaan), dari kebiasaan (akibat
yang menjadi sebab) akan menentukkan perubahan hidup (akibat).
Hukum
sebab akibat tidak serta merta terjadi sesuai dengan yang kita inginkan. Maka
dari itu, Aristotels merumuskan empat hukum terjadinya akibat.
Causa Materialis
Sebelum
saya jelaskan tentang hukum ini, terlebih dahulu saya berikan contoh. Soerang
tukang pembuat meja, apa yang dilakukan terlebi dahulu? Membuat pola? Ya, kalau
sudah ada bahannya. Kalau belum ada bahannya apa yang ia lakukan terlebih
dahulu? Ya, mencari bahan atau kayu terlebih dahulu.
Begitu
juga, ketika kita ingin menjadi apa yang kita inginkan, terlebih dahulu yang
kita lakukan adalah membuat impian. Kayu adalah meterialis yang menjadi sebab
adanya meja, begitu pula, impian adalah materilais yang menjadi sebab
keberhasilan yang sesuai dengan yang kita impikan
Causa Formalis
Yaitu,
kita memimpikan sesuatu dan memvisualisasikan sehingga menjadi pola yang
seakan-akan nyata. Sebagai contoh, tukang pembuat meja tentunya sebelum ia
mulai membuat meja terlebih dahulu yang ia lakukan adalah memvisualisasikan
pola mejanya dalam pikirannya.
Causa Efficiens
Hukum
ini adalah eksekusi yang dilakukan oleh tukang pembuat meja. Setelah ia
mendapat bahan membuat meja dan ia membuat pola atau memvisualisasikan mejanya selanjutnya
yang ia lakukan adalah mengeksekusi untuk mewujudkan mejanya. Begitu juga,
ketika kita memimpikan sesuatu lalu memvisualisasikan impiannya sehingga
menjadi seakan-akan nyata, selanjutnya yang kita lakukan untuk mewujudkannya
adalah memulai gerakan atau mengeksekusinya.
Causa Finalis
Setelah
kita melakukan tiga tahapan di atas, dari menentukan impian,
memvisualisasikannya dan melakukan tindakan selanjutnya adalah sebab akhir dari
tujuan kita, yaitu suatu akibat.
Perubahan hidup (akibat) secara umum disebabkan oleh factor
internal dan factor eksternal. Kedua factor ini saling kait mengkait. Factor
internal bisa disebabkan oleh factor eksternal, dan sebaliknya factor eksternal
pun bisa disebabkan oleh factor internal.
Perubahan hidup karena factor internal ditimbulkan oleh pola
berfikir (mindset) dan apa yang menjadi dominan dalam pikiran. Dalam pola berpikir
tersebut yang terus menerus sehingga tersimpan menjadi pikiran bawah sadar.
Dari pikiran bahwa sadar tersebut akan menjadi kebiasaan-kebiasaan seseorang sehingga
menjadi perilaku, karakter dan tindakkan.
Perilaku, karakter dan tindakan tersebut akan dapat merubah lingkungan sekitar
bahkan merubah hidup seseorang.
Dan perubahan hidup yang disebabkan oleh factor eksternal
ditimbulkan oleh lingkungan sekitar; keluarga, sekolah, apa yang dilihat, apa
yang dibaca dan lain-lain. Otak akan merespon semua informasi dari lingkungan
tersebut tanpa penyarinngan. Dan dari berbagai informasi yang diperoleh otak
dari lingkungan akan membentuk pola pikir (mindset) dan seterusnya.
Dalam upaya merubah hidup, yang apaling penting adalah merubah pola
pikir (mindset) dahulu. Jika seseorang bisa merubah pola pikir (mindset)nya dan
pola pikir yang baru menjadi dominan dalam pikiran atau menjadi pikiran bawah
sadar, maka perubahan lingkungan, keadaan dan hidup akan terjadi.
David J. Schwartz Ph.D dalam bukunya yang berjudulu “Berpikir dan
Berjiwa Besar” mengatakkan “Anda adalah apa yang Anda pikirkan mengenai diri
Anda”
Oleh: Ach. Irfa’i