Senin, 08 Desember 2014

air mata Abu Bakar di Penghujung Hayat Rasulullah



s

Semburat mega di ufuk barat mewarnai langit sore Arafah di hari jum’at, sekelompokan umat Islam mulai memadati tanah yang menjadi salah satu syarat sahnya hajji, mereka mulai membangun tenda-tenda penginapan dan mempersiapkan untuk bermunajat di penghujung sore. Sementara unta-unta yang menjadi kendaraan utama,  mereka ikat di tiang-tiang tenda.

Tampak dari jauh sinar wajah seseorang yang sedang menepuk-nepuk pundak untanya memberikan isyarat agar untanya merendahkan punggungnya, lalu beliau menyandarkan badannya di punggung unta, sinar wajah itu tak sedikitpun menampakkan rasa lelah meski selama beberapa hari beliau memimpin hajji umatnya dan ini ibadah haji penutup dari ibadah haji sebelumnya, hajji perpisahan. Ya beliaulah seorang yang menjadi panutan umat Islam, Rasulullah SAW.

Matahari tampak setengah lingkaran, sinar mulai menampakkan warna merah jingga. Rasulullah masih dalam posisi bersandar di bahu untanya, tiba-tiba Rasulullah tersentak kaget sekujur tubuhnya bergetar dikejutkan oleh makhluk Allah yang tidak pernah sedikitpun maksiat kepadaNya, Rasulullah bergegas bangkit dari punggung untanya beliau tampak bahagia akan mendaptkan risalah dari Allah. “Hai Muhammad! Telah sempurna urusan agamamu di hari ini dan telah ditetapkan semua yang diperintahkan oleh Tuhanmu dan semua yang dilarang Tuhanmu, maka kumpulkanlah sahabt-sahabatmu dan beritahulah pada mereka bahwa saya tidak akan lagi turun kepadamu setelah hari ini”. perintah Jibril kepada beliau.

Kemudian beliau bergegas dan menepuk pundak untanya memberikan isyarat untuk bangun. sejurus kemudian beliau mulai menaikinya dan bergegas menuju ke Madinah. Sesampainya di Madinah beliau bergegas mendatangi para sahabatnya dan memerintahkan agar semua sahabat yang lain yang berada jauh dari lingkungan rumah Rasulullah diperintahkan untuk kumpul.

Satu-persatu dan sekelompokan sahabat mulai berdatangan dan memadati lingkungan rumah Rasulullah, bagai jamaah hajji mereka berkumpul menjadi satu di pelataran rumah Nabi.  

Pandangan mata para sahabat mengikuti gerak langkah Nabi menuju mimbar sorot mata mereka di penuhi rasa cinta yang mendalam terhadap beliau dan rasa bahagia tak terbendung lagi setelah mereka tahu dari salah satu sahabat bahwa nabi akan menyampaikan wahyu.

Beliau telah di atas mimbar, semua kepala merunduk penuh hormat, mulut sahabt tertutup rapat. Semua menajamkan pendengaran dan menuntaskan kerinduan pada suara sang Nabi. Semua menyiapkan hati, untuk disentuh serangkaian hikmah dari Nabi.

Nabi membacakan ayat yang telah di sampaikan oleh Allah melalui malaikat Jibril dan Nabi memberikan kabar bahwa telah sempurna urusan agamanya. Kebahagian para sahabat tak terbendung, Semua air mata bercucuran membasahi wajah-wajah mereka. Mereka bersorak gembira “agama kita telah sempurna, agama kita telah sempurna”. sekali-kali mereka serentak membacakan takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar, telah sempurna agama kita, telah sempurna agama kita”. Gemuruh takbir dan rasa Syukur memecahkan kesunyian malam itu

Abu Bakar duduk termangu di tengah-tengah kebahagiaan umat Islam. Tatapannya kosong memndang kearah langit malam. Air mata hangat menetes membasahi kedua pipinya. Beliau tersedu-sedu di tengah gemuruh rasa syukur dan suara takbir umat Islam atas kabar gembira yang Rasul sampaikan.

Air matanya semakin tak tertahankan lagi. Beliau bernjak berdiri dari duduknya dengan sekujur tubuh lunglai dan langkah kaki yang gemetar menuju rumahnya. Sesampai di rumah beliau menutup rapat-rapat pintu dan langsung beranjak menuju kamar. Suara tangisny pecah menembus gelap malam kota madinah dan tak terhentikan sampai di penghujung waktu dhuha.

Tangisannya terdengar sampai ketelinga para sahabat. Mereka berbondong-bondong mendatangai rumah Abu Bakar “Hai Abu Bakar! Apa yang membuat kau menangis di saat-saat kebahagiaan seperti ini, bukankah Allah telah menyempurnakan agama kita?” Tanya salah seorang sahabat kepada beliau. Dengan kesedihan yang masih menyelimuti hati dan nada tersedu-sedu, beliau menjawab “Hai sahabat! Kalian tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi pada kalian, apakah kalian tidak tahu? Jika suatu urusan telah sempurna maka akan terlihat kekurangannya. Ini adalah suatu pertanda dan kabar bagi kita, bahwa kita akan berpisah dengan Rasul di dunia, Hasan dan Husain akan menjadi anak yatim dan istri-istri beliau menjadi janda”. Sontak, air mata sahabat yang berada di sekeliling beliau menetes deras, tangisan para sahabat memecahkan kebahagiaan di hari itu. Ruang kamar beliau di penuhi tangisan para sahabat.

Salah seorang sahabat dengan hati diselimuti kesedihan beranjak keluar dari rumah Abu Bakar kaki yang lunglai memaksakan pergi menemui Rasulullah. Sejalan kemudian beliau bertemu Rasulullah dan menatap wajah beliau dengan sorot mata kesedihan dan mengadukan perihal yang terjadi pada para sahabat “Ya Rasulullah! Saya tidak tahu apa yang terjadi pada para sahabat, saya mendengar tangisan mereka dan jeritan mereka”. aduan salah sorang sahabat pada Rasulullah dengan suara tersedu-sedu. Mendengar hal itu, sinar wajah beliau berubah. Beliau berdiri dan bergegas mandatangi rumah Abu bakar.

Tangisan para sahabat masih menyelimuti ruang kamar Abu Bakar di tengah kehadiran sang pemimpin umat, “Apa yang membuat kalian menangis?” Tanya Rasulullah melihat mereka sedih. Ali Bin Abu Tholib R.A berdiri menghadap Rasulullah dengan sura tersedu-sedu menjawab “Abu Bakar mengatakan: saya mendengar kabar akan dekat wafatnya Rasulullah dari ayat ini. Apakah benar, ayat ini menunjukan akan dekat wafatnya engkau?” sahabt Ali balik bertnya kepada beliau. Dan Nabi menjawab “Ya benar, apa yang telah dikatakan Abu Bakar.  Telah dekat perpindahanku dari kalian dan telah tiba saatnya perpisahanku dengan kalian”. Sontak, tangisan Abu Bakar pun semakin keras hingga beliau tak sadarkan diri, disusul sahabat Ali R.A dan para sahabat yang lain, sekujur tubuh mereka bergetar dan tangisan pun tak terbendung lagi. Semuanya hanyut dalam tangisan mereka.

Dengan santun dan tenang meski di penuhi dengan kesedihan yang mendalam Nabi menyalami satu-persatu dari mereka dan berpamitan. Tetes air mata Nabi pun tak terbendung  bergaris membasahi kedua pipinya dan memberikan wasiat terakhir kepada mereka.

 

Dilansir dari kitab Durroh Annashihin, Karya Utsman Bin Hasan Bin Ahmad Assyakir Al-Khubawi